Latest News

Tuesday, March 30, 2021

[Ade Armando] RIZIEQ, AMIEN, DIEN TURUT BERTANGGUNGJAWAB ATAS TRAGEDI MAKASSAR


RIZIEQ, AMIEN, DIEN TURUT BERTANGGUNGJAWAB 
ATAS TRAGEDI MAKASSAR 

Monday, March 29, 2021

Terorrris Tidak Beragama, Bulshiiit !

*Terooris Tidak Beragama, Bulshiiit !*
Sebuah kejadian memilukan terjadi di gereja Katederal Makassar. Bom bunuh diri. Pelakunya disinyalir sepasang lelaki-perempuan. Melukai banyak orang. Dan mengoyak kehidupan kita.

Lalu di TV kita kembali mendengar kata-kata bullshit itu. "Terrorist has not relegion." teroris tidak beragama, katanya. Dengan mengatakan itu, MUI misalnya, seperti ingin mencanpkan kepalanya ke dalam pasir. Menolak kenyataan.

*Coba lihat pelaku bom di Makassar itu. Periksa KTP dan Kartu keluarga mereka. Coba cek para pengacau di Mako Brimob beberapa waktgu lalu*. Atau cek mereka yang yang ditangkap oleh Densus 88 karena merencanakan serangan. Apa agamanya? Islam!

Sebagai muslim, kita boleh tersinggung dengan fakta ini. Tapi kita tidak dapat lari dari kenyataan bahwa semua yang sedang melakukan kekacauan dengan bom bunuh diri di negeri ini beragama Islam. Itu dulu yang penting kita jadikan pegangan.

Ok, selanjutnya kita telaah. Siapa yang mencoba membelokkan isu teroris ini dengan kepentingan politik? Atau malah menyalahkan polisi dan korban? Siapa yang bertepuk tangan gembira melihat mayat jemaat gereja bergelimpangan? Coba lihat akun media sosialnya, telusuri apa agamanya.

*Kita akan dapatkan, mereka juga beragama Islam!*

Apa latar belakang alasan mereka melakukan kebiadaban itu dan apa latar belakang alasan mereka yang membelanya? Sebagian besar justru beralasan karena agama. Statemen bahwa darah orang kafir halal, itu adalah pernyataan biadab yang berlatar belakang pemahaman agama. Mungkin bukan ajaran agama itu sendiri.

*Selanjutnya, kita pertanyakan, kenapa ada orang Islam yang berlaku biadab seperti anjing gila ngebom sana-sini?* Sementara sebagian besar muslim lain mengutuknya?

*Ini yang harus kita jadikan titik tolak.* Artinya ada segolongan umat Islam yang mengatasnamakan agama untuk melakukan kebiadaban. Dan ada banyak orang Islam yang mengutuk tindakan itu. Yang mengutuk juga merasa sedang menjalankan kewajiban agamanya untuk berbuat baik dan mengutuk kebiadaban.

Kedua kelompok kaum muslim ini merasa sedang menjalankan kewajiban agamanya. Tetapi output dari keduanya saling bertolak belakang. Artinya, pasti ada yang salah pada salah satunya. Tidak mungkin keduanya sama-sama benar, padahal apa yang dilakukan saling berseberangan.

*Pertanyaan selanjutnya, jika Anda muslim, Anda memilih untuk berdiri dimana?*

Jika Anda ikhlas dan rela agama yang Anda anut dicap sebagai agama teror, penuh kekerasan, haus darah dan menganjurkan kebencian dan barbar. Silakan Anda berdiri di belakang gerombolan teroris. Bagi saya, Anda sedang mencoreng agama Anda sendiri.

Ustad dan pembicara agama yang menganjurkan pada kekerasan, adalah orang yang sedang mencoreng wajah agama ini. Sampai saat ini saya tidak pernah dengar komentar MUI pada ceramah-ceramah Yahya Waloni yang terus menyebarkan kebencian pada agama lamanya. Saya tidak pernah mendengar kritik MUI pada mulutnya Rizieq yang bicara soal penggal kepala. 

*Saya gak pernah dengar MUI mengiritik isi ceramah Radio Rodja yang menyebarkan paham kekerasan*. Atau banyak ustad bermulut kotor dan hobi memprovokasi. Yang saya tangkap, justru sebagian pengurus MUI yang hobi berkomentar provokatif atas nama agama.

*Para politisi berkedok agama yang memanfaatkan isu terorisme untuk mengambil keuntungan politis*, adalah para perusak agama ini. MUI juga gak pernah menegur Amien Rais, yang mengancam menyerukan hayya alal jihad atau membagi Parpol menjadi Partai Allah dan partai setan. 

Dengan mengatakan teroris tidak beragama, MUI seperti mau cuci tangan. Tidak mau mengakui kenyataan.

Jika Anda meyakini Islam adalah agama damai, agama yang menganjurkan menyebarkan kasih sayang ke seluruh alam, agama yang menegakkan keadilan, maka Anda harus bersikap melawan siapa saja yang ingin membengkokkan ajaran mulia ini menjadi seruan yang penuh kengerian dan darah. Atas nama agama, Anda wajib memerangi para perusak Islam.

Kenapa penyimpangan pemahaman agama ini makin marak? Karena ustad-ustad berpaham pekok dan penuh kebencian difasilitasi untuk berbicara di TV. Karena sekolah-sekolah dan pengajian dimasuki para penganjur kekerasan. Karena di lembaga legislatif ada partai yang sering menunggangi agama demi kepentingan politiknya.

*Para laskar unyu-unyu sok beringas digembalakan untuk menyuarakan kebencian*, padahal hanya untuk kepentingan politik dan ekonomi para tokohnya saja.

Para kurcaci berteriak anti pornografi, imamnya terlibat kasus chat mesum.

Para kurcaci diarahkan berjuang membela pemimpin muslim, pemimpinnya sedang asyik membagi-bagi dana APBD.

*Para kurcaci diarahkan membela partai, Presiden dan tokoh partainya terlibat korupsi* bersama para istri simpanan.

Para kurcaci diminta sumbangan untuk kaum muslim di Allepo, padahal dananya diserahkan kepada kaum teroris di Suriah.

*Sekarang waktunya bergandengan tangan dengan siapa saja yang mencintai hidup damai*, untuk melawan biang kerok kekacauan ini. Kita berhadapan dengan para ustad penganjur kekerasan dan kebencian, stasiun TV yang menayangkan penyeru kekacauan, para politisi ngehe yang menjajakan nama Islam untuk kursi kekuasaan, para pemandu sorak teroris di media sosial, adalah pihak yang harus dihadapi setiap hari. Agar bangsa ini tidak berkembang seperti Suriah atau Libya.

*Apakah teroris tidak beragama?* Tidak, mereka beragama dan agamanya adalah Islam. Apakah mereka keyakini agama Islam secara benar? Itu masalahnya.

*Oleh sebab itu, jika umat Islam tidak mau agamanya disebut agama teroris, maka kaum muslimlah yang paling berkepentingan membersihkah tubuhnya* dari kanker ganas yang membahayakan ini.
 By Eko Kuntadhi
*WAKILRAKYAT.IniOK.com*

Sunday, March 28, 2021

[Andre Vincent W] Setelah Politisasi Agama, Ada Lagi yang Lebih Licin: Politisasi Pancasila dan Politisasi Jokowi

 

*Setelah Politisasi Agama, Ada Lagi yang Lebih Licin:* 
*Politisasi Pancasila dan Politisasi Jokowi*
“Kita harus membela negara, jelas, itu harus!,” begitu pesan sahabat saya Ustad Taufik Damas. Kemudian ia melanjutkan, “Tapi membela pemerintah, itu boleh, bukan harus.” Lho apa bedanya?

Ya bedalah, keharusan itu mutlak. Sedangkan boleh itu ya boleh dibela, tapi juga boleh dikritik. Itu saja kok maksudnya. Jelas bukan? Kalau benar ya didukung, kalau melenceng ya dikritik. Dan tatkala dikritik ya jangan baperan.

*Karena administrasi pemerintahan itu scope (cakupannya) sangat luas, sehingga rentang kendali dari seorang Presiden Joko Widodo pun perlu bantuan (peran) publik untuk “membantu”nya. Bagaimana membantunya?* 

*Ya dengan masukan dan kritik.Bukan mengkritik pribadi Jokowi*, tapi mengkritik dan memberi masukan bagi kebijakan administrasi pemerintahannya, termasuk kebijakan dari para pembantunya (menteri-menterinya). Soal importasi beras pada saat yang tidak pas misalnya.

Sederhana saja sih sebetulnya. Tapi biasanya yang baperan itu bukan pemerintahnya, tapi para pendukung fanatik dan tentu saja para buzzers yang sama dan sebangun mentalitasnya dengan buzzers para oposisi. Sama-sama pakai kaca-mata-kuda!

*Kata orang, anjing herder memang lebih galak daripada tuannya.*

*Tapi bukankah para pendukung,kubu mana pun, khan manusia*, bukan herder? Ya betul, lantaran itulah kita senantiasa mengajak dan menghimbau jangan pernah mau pakai (atau dipakaikan kaca-mata-kuda, alias dicuci otak) untuk jadi seperti herder itu.

Dalam hal apa saja sih isu hangat atau panas yang sering dipakai untuk menggosok dan menggerakkan para herder itu?

*Menurut kawan saya (Ustad Taufik Damas) paling tidak saat ini ada tiga isu politisasi yang sering dipakai: Politisasi Agama, ini isu sudah lama*. Lalu ada lagi yang baru, yaitu Politisasi Pancasila, dan Politisasi Jokowi. Lho?

Politisasi Agama sudah pada mahfum bukan? Lalu apa itu Politisasi Pancasila dan Politisasi Jokowi.

*Diamati akhir-akhir ini, sementara pihak memakai jargon Pancasila (juga NKRI) hanya untuk kamuflase sesaat.* Sekedar alat saja untuk menutupi motif aslinya. Apa motif aslinya?

Motif yang sesungguhnya sebetulnya bertentangan dengan Pancasila (dan NKRI). Saat kelompok ini tertekan, mereka dengan mudah mengalihkan wacana publik untuk masuk ke isu komunisme, isu kapitalisme, isu cina, isu diskriminasi ormas, isu kriminalisasi ulama dan lain sejenisnya, yang terhadap itu semua dianggap bertentangan dengan Pancasila. 

*Lalu dengan enteng mereka “meminjam” jargon “Demi Pancasila” dan “Demi NKRI” hanya sebagai alat sementara untuk “menyelamatkan diri”. Semacam kamuflase politik.*

Lalu soal Politisasi Jokowi. Apa itu Politisasi Jokowi? Ini musuh dalam selimut. Yaitu mereka yang memakai nama besar Jokowi untuk secara klandestin (diam-diam) menjalankan operasi politiknya sendiri. Operasi politik apa?

*Ya jelas operasi oportunisme politik.* Lantaran mereka sadar bahwa diri atau kelompok atau partainya sesungguhnyalah tak punya kredibitas sosial yang cukup tinggi dibanding nama Jokowi.

*Maka mereka pun dengan lihai melabel dirinya sebagai ‘Jokowers’ dan kerap bertindak over-acting dalam membela Jokowi*, masuk dalam barisan Jokowi namun pada hakekatnya hanya untuk menutupi operasi bancakannya sendiri.

*Inilah operasi serigala berbulu domba: Politisasi Pancasila dan Politisasi Jokowi.*

*Waspadalah… waspadalah!!!*

Begitulah buah bincang-bincang saya dengan sahabat, Ustad Taufik Damas, baru-baru ini.
By : Oleh: Andre Vincent Wenas
*WAKILRAKYAT.IniOK.com*
27/03/2021
Andre Vincent Wenas, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
Source: https://www.kompasiana.com/andrevincentwenas/605efee3d541df73620b4f94/setelah-politisasi-agama-ada-lagi-yang-lebih-licin-politisasi-pancasila-dan-politisasi-jokowi?page=all#section1 

Wednesday, March 24, 2021

Teriak Sejadi-jadinya, Ferdinand Hutahaean: Tangkap Anies! Boroknya Langsung Diumbar...

*Teriak Sejadi-jadinya, Ferdinand Hutahaean:* 
*Tangkap Anies! Boroknya Langsung Diumbar...*
*Mantan politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean*, tampak kesal dengan hasil survei yang menyebut Anies Baswedan merupakan sosok yang paling dijagokan menjadi presiden masa mendatang oleh kalangan anak muda.

*Terkait itu, Ferdinand pun justru membuka semua kegagalan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, mulai dari Rumah DP nol persen hingga penanganan banjir.*

"Faktanya seperti ini, tapi masih ada yang bilang Anies sukses? Anies capres terkuat versi anak muda, ini lima hal yang perlu diketahui dari data survei Indikator, rumah DP nol persen gagal dan korupsi, Formula E gagal fee gelap gulita, banjir tetap tinggi, tapi diklaim sukses hanya dengan mengecat atap dan mengecat kolong flyover. Begitu susahkah mencari yang waras sekarang? Tangkap Anies," cuitnya dalam akun Twitter @FerdinandHaean3 seperti dilihat di Jakarta, Selasa (23/3/2021).

Sebelumnya, ia juga menyoroti gaya komunikasi Anies yang disebut-sebut unggul ketimbang tokoh-tokoh lain. Karena itu, ia tidak menampik jika narasi dan diksi yang dilontarkan Anies memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan milenial.

*Namun, dia meminta para generasi milenial untuk mewaspadai kemampuan Anies tersebut.*

"Dalam teori komunikasi, narasi dan pilihan diksi yang disampaikan oleh seseorang memang menjadi daya tarik tersendiri terlebih bagi milenial sekarang yang sudah rata-rata fasih dengan bahasa asing," lanjutnya..

"Tapi jangan lupa, pembohong sukses berbohong karena pintar berbicara!" sindirnya.

*Kemudian ia meminta Anies dan para pendukungnya jangan senang dulu. Menurut dia, hasil survei tersebut belum tentu bisa menjadikan Anies sebagai presiden.*

"Memangnya survei Indikator yang menentukan siapa Presiden Indonesia? Hahaha baru di survei begitu saja bangganya sudah setengah mati kaum kadrun," cuit Ferdinand.

Dia menegaskan, Indonesia bukan saja Jakarta. "Woi drun, ini Indonesia bukan Petamburan," cetusnya.

Bukan hanya Ferdinand, politisi-politisi lain juga turut berkomentar dan menanggapi hasil survei tersebut.

*Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menanggapi santai hasil survei tersebut. Apalagi, orang yang belum menentukan pilihannya masih tinggi juga. Anggota DPRD DKI Fraksi PDIP, Pantas Nainggolan, mensinyalir pemilih Anies cuma melihat dari panggung depannya saja.*

"Jangan lihat cover-nya. Pilihan mereka masih didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan emosional," terang Pantas.

Jubir PSI, Faldo Maldini meminta pendukung Anies menyudahi kegembiraannya. Karena jawaban dari survei IPI didominasi keraguan ketimbang memilih Anies.

"Kalau dibaca survei itu dengan seksama, pendukung Anies jangan senang dulu. Bukan Anies yang ideal bagi anak muda hari ini," bebernya.

*Sementara para pendukung Anies menyambut baik hasil survei tersebut. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera mengatakan, survei ini berkah keuletan Anies dalam memimpin DKI.*

"Bravo Mas Anies," tutur Mardani.

Namun, Mardani mewanti-wanti, ketiadaan Pilkada 2022 menjadi tantangan sendiri bagi Anies untuk mempertahankan posisinya, bahkan mengerek elektabilitasnya.

"Mesti terus mampu berkomunikasi gagasan dengan anak muda. 2024 memang eranya anak muda. Semoga menjadi titik balik kemajuan Indonesia," tambah anggota Komisi II DPR itu.

*Loyalis Anies, Geisz Chalifah mengatakan, jauh sebelum survei IPI dilaksanakan, elektabilitas Anies memang sudah tinggi.*

"Elektabilitas Anies akan terus naik karena beberapa program besarnya tuntas, Jakarta Internasional Stadium, revitalisasi Taman Ismail Marzuki, termasuk Monas," kata Geisz.

Dia meminta musuh-musuh Anies anteng-anteng saja. Tidak perlu panik. Karena dia percaya elektabilitas Anies selalu tinggi.

"Buzzer enggak bisa men-donwgrade posisi Anies. Meme cemoohan nggak mempan karena hasil kerja Anies sangat dirasakan," tegas Komisaris Ancol itu.

*Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi yang teratas sebagai calon presiden pilihan anak muda berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis Minggu, 21 Maret 2021. Anies Baswedan menduduki peringkat pertama hasil survei Indikator dengan persentase 15,2 persen.*

"Di antara 17 nama yang paling tinggi secara absolut yang tertinggi itu Anies Baswedan," kata Direktur Eksekutif Indikator Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.

Selanjutnya disusul Ganjar Pranowo sebesar 13,7 persen dan Ridwan Kamil 10,2 persen, Sandiaga Uno dan Prabowo Subianto mendapat suara masing-masing 9,8 persen dan 9,5 persen. Di posisi keenam ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebesar 4,1 persen.

Sisanya, masing-masing nama mendapat pilihan di bawah 2 persen, seperti Tito Karnavian, Puan Maharani, Eric Thohir, Gatot Nurmantyo, dan Khofifah.

*Dari survei ini ditemukan juga data anak muda yang memilih Joko Widodo pilihannya menyebar ke sejumlah nama. Akan tetapi, Anies paling banyak dipilih dari pendukung Prabowo-Sandi.*

"Kalau melihat datanya secara umum, Anies paling banyak mendapat dukungan di antara mereka yang mencoblos Pak Prabowo-Sandi pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019," kata Burhanuddin.

Penulis: Redaksi WE Online Editor: Vicky Fadil

ANIES "SELALU" BENER BOONGNYA GUBERNUR RASA TUKANG OBAT!


*ANIES 'SELALU'BENER BOONGNYA GUBERNUR*
*RASA TUKANG OBAT!*

GILA 99% MORAL PEJABAT KORUP CUMA UNTUNG BELUM DI KPK-in JADI KORUPTOR !


*GILA 99% MORAL PEJABAT KORUP CUMA UNTUNG* 
*BELUM DI KPK-in JADI KORUPTOR !*

Tags

3 Denny Siregar (14) Aoky Vera (11) 1 Ade Armando (7) 2 Raja Bonar (7) Ninoy N Karundeng (7) Eko Kuntadhi (6) 4 Rudi S Kamri (5) Andre Vincent W (5) Iyyas Subiakto (4) Perangi Radikalisme (4) Analisis Politik (3) Politik (3) Surat Terbuka (3) BUMN (2) Birgaldo Sinaga (2) Dugaan Rekayasa (2) Jubir Teroris (2) Kejahatan Organisasi (2) Pembohongan Publik (2) Perangi Teroris (2) Tingkah Laku (2) Tirta (2) Tito Gatsu (2) Ajaran Nabi (1) Akhmad Sahal (1) Aneh Bin Nyata (1) Aoki Vera - Live (1) Aroma Koruptor (1) Asi News (1) Azab DKI (1) Balap Mobil (1) Banjir Jakarta (1) Benahi DKI (1) Berita Sidang (1) Biografi Ade Armando (1) Dikormersialisasi (1) Diluar Logika (1) Dosen Universitas (1) Dugaan Cina (1) Fakta Sejarah (1) Fraksi Tv (1) Gratis Masuk Sekolah (1) Gubernur DKI (1) Hafal Alquran (1) Halal Dan Haram (1) Hutang Negara (1) Ideologi Negara (1) Instrospeksi Diri (1) Janji Politikus (1) Jaya Wijaya (1) Joko Widodo (1) Jubir FPI (1) Kadrun Berjatuhan (1) Kebobrokan Pejabat (1) Kebodohan Gubernur (1) Kebohongan Pejabat (1) Ken Setiawan (1) Korupsi (1) Kura-Kura (1) Maling Teriak Maling (1) Masalah Reklamasi (1) Melengserkan Jokowi (1) Membela Negara (1) Mobil Kalengkaleng (1) NKRI Harga Mati (1) Neo PKI (1) Nyai Dewi Tanjung (1) Orde Baru (1) Organisasi Bermasalah (1) Ormas Bermasalah (1) Pancasila (1) Pembongkar Kasus (1) Perangi Korupsi (1) Prilaku DPR RI (1) Proxy War (1) Raja Bonar (1) Rencana Menjatuhkan (1) Revisi UU KPK (1) Sarang Teroris (1) Sejarah Kelam (1) Setia Kecurangan (1) Siapa Raja Bonar (1) Situs Dialihkan (1) Soal Banjir (1) Suara Rakyat (1) Syarat Jadi Presiden (1) Terlalu Go3blog (1) Tidak Berlangsungkawa (1) Tolak Wisata Halal (1) Tunggangi Papua (1) Umat Islam (1) Vaksin (1) Wakil Rakyat (1) Wanita Jepang (1) William (1) Wisata Netral (1)